Jumat, 01 Januari 2010

Sepsis..?? Apaan tuh..??


Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada infeksi terjadi jejas sehingga timbulah reaksi inflamasi. Meskipun dasar proses inflamasi sama, namun intensitas dan luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas saja atau dapat meluas serta menyebabkan tanda dan gejala sistemik.

SEPSIS didefinisikan sebagai respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Sepsis dapat disebabkan oleh virus, kuman Gram negatif, kuman Gram positif dan jamur. Saat ini infeksi kuman Gram negatif masih merupakan penyebab utama sepsis tetapi didapatkan peningkatan infeksi kuman Gram positif dan jamur sebagai penyebab sepsis. Pada pemeriksaan mikrobiologi didapatkan tidak semua kuman dapat ditemukan dalam darah atau lokasi dugaan terjadinya infeksi.

Seseorang yang terkena sepsis akan menunjukkan tanda atau gejala paling sedikit dua dari kriteria-kriteria berikut dari sindrom respon peradangan sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS):
  • denyut jantung yang meningkat (tachycardia) >90 detak per menit waktu istirahat
  • temperatur tubuh tinggi (>100.4F atau 38C) atau rendah (<96.8f>
  • kecepatan pernapasan yang meningkat dari >20 napas per menit atau PaCO2 (tekanan parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) <32>
  • jumlah sel darah putih yang abnormal (>12000 sel/µL atau <4000>10% bands [tipe yang belum matang dari sel darah putih])

SEPSIS dibedakan dari SIRS oleh kehadiran patogen yang diketahui. Misalnya SIRS dan kultur darah yang positif untuk menunjukkan keberadaan patogen sepsis. Tanpa diketahui infeksi, kita tidak dapat mengklasifikasikan gejala di atas sebagai sepsis, hanya SIRS.
  1. Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut).
  2. Sepsis Berat adalah sepsis yang berkaitan dengan tidak berfungsinya organ, hipoperfusi atau hipotensi. Hipoperfusi dan ketidaknormalan perfusi termasuk (tetapi tidak terbatas) asidosis laktat, oligouria atau perubahan mental akut.
  3. Sepsis dengan Hipotensi adalah Sepsis dengan hipotensi, walaupun diberikan resusitasi cairan bersamaan dengan adanya ketidaknormalan perfusi. Pasien yang menggunakan obat inotropik atau vasopresor mungkin tidak mengalami hipotensi pada waktu ketidaknormalan perfusi diukur.
  4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) adalah terjadinya perubahan fungsi organ yang membutuhkan intervensi untuk mempertahankan homeostatis.

Penyebab-penyebab bakteri yang umum dari sepsis adalah gram-negative bacilli (contohnya, E. coli, P. aeruginosa, E. corrodens), S. aureus, jenis-jenis Streptococcus dan jenis-jenis Enterococcus. Jenis-jenis Candida adalah beberapa dari jamur yang paling sering menyebabkan sepsis. Penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan prosentase 60-70% kasus. Sedangkan bakteri gram positif jarang menyebabkan sepsis dengan angka kejadian 20-40% dari keseluruhan kasus.

Faktor resiko terjadi sepsis, antara lain:
  • Pembedahan di bagian tubuh yang terinfeksi atau dibagian tubuh dimana secara normal tumbuh bakteri (misalnya usus)
  • Memasukkan benda asing ke dalam tubuh, misalnya kateter intravena, kateter air kemih atau selang drainase
  • Penderita gangguan sistem kekebalan misalnya akibat terapi anti kanker

Jika tidak segera diatasi, sepsis bisa menyebabkan infeksi di seluruh tubuh (infeksi metastatik). Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama dan pasien dengan granulosiopenia. Yang sering diikuti gejala MODS sampai dengan terjadinya shock sepsis.

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi :
1. sindrom distres pernafasan pada dewasa
2. koagulasi intravaskuler
3. gagal ginjal akut
4. perdarahan usus
5. gagal hati
6. disfungsi sistem saraf pusat
7. gagal jantung
8. kematian

Infeksi bisa terjadi di dalam selaput otak (meningitis), di dalam kantong jantung (perikarditis), di dalam jantung (endokarditis), di dalam tulang (osteomielitis) dan di dalam sendi-sendi yang besar.

Diagnosis sepsis dapat diketahui jika seorang penderita infeksi tiba-tiba mengalami demam tinggi. Jumlah sel darah putih dalam darah biasanya sangat tinggi. Dilakukan biakan organisme yang ada dalam darah untuk menentukan organisme penyebab infeksi. Namun bakteri mungkin tidak tumbuh dalam biakan darah terutama bila penderita mendapat terapi antibiotik. Oleh karena itu perlu dibuat biakan sampel dari dahak, air kemih, luka atau dari bagian tubuh dimana kateter dimasukkan.

PENATALAKSANAAN SEPSIS yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, dan terapi imunologi bila terjadi respon imun maladaptif host terhadap infeksi.

1. TERAPI ANTIMIKROBA

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.

Contoh Obat-obat yang digunakan tergantung sumber sepsis adalah :
  1. Untuk pneumonia : sefalosporin generasi ketiga (sefriakson) atau keempat (sefepim) dengan aminoglikosida (gentamisin).
  2. Pneumonia nosokomial : sefepim dan aminoglikosida.
  3. Infeksi abdomen : imipenem-silastatin atau pipersilin-tazobaktam dan aminoglikosida.
  4. Infeksi abdomen nosokomial : imipenem-silastatin dan aminoglikosida atau pipersilin-tazobaktam, dan amfoterizim B.
  5. Kulit atau jaringan lunak : vankomisin dan imipenem-silastatin atau pipersilin-tazobaktam.
  6. Kulit atau jaringan lunak nosokomial : vankomisin dan sefipim.
  7. Infeksi traktus urinaris : siprofloxacin dan aminoglikosida.
  8. Infeksi traktus urinaris nosokomial : vankomisin dan sefipim.
  9. Infeksi SSP : vankomisin dan sefalosporin generasi ketiga atau meropenem.
  10. Infeksi SSP nosokomial : vankomisin dan meropenem.

Regimen obat tunggal biasanya hanya diindikasikan bila organisme penyebab sepsis telah diidentifikasi dan uji sensitifitas antibiotik menunjukkan macam antimikrobial yang terhadapnya organisme memiliki sensitifitas.
Terapi untuk sepsis yang disebabkan oleh Candida dapat digunakan amfoterizim B, agen antifungi azole atau terapi kombinasi dengan fluconazole dan amfoterizim B.

2. TERAPI SUPORTIF

a. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C). Perubahan status mental atau penurunan tingkat kesadaran akibat sepsis memerlukan perlindungan langsung terhadap jalan nafas pasien. Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar noksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernafasan dan peningkatan ketersediaan oksigen untuk jaringan lain. Peredaran darah yang terancam dan penurunan bermakna pada tekanan darah memerlukan terapi empirik gabungan yang agresif dengan cairan (ditambah kristaloid dan/atau koloid). Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah mencapai CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).

b. Vasopresor dan Inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Sebagai vasopresor dan inotropik dapat digunakan dopamin, dobutamin dan norepinefrin. Norepinefrin dapat digunakan dengan dosis 0,01-3 mcg/kg/menit. Dopamin 1-5 mcg/kg/menit. Sedangkan dosis dobutamin 2-20 mcg/kg/menit.

c. Nutrisi
Masukan nutrisi direkomdasikan untuk pasien sepsis untuk meningkatkan energi dan perbaikan nutrisi. Protein ditingkatkan 1,5-2,5g/kg/hari. Kalori dari non protein ditingkatkan antara 25-40 kkal/kg/hari.

d. Kontrol Gula Darah
Kontrol gula darah direkomendasikan untuk pasien sepsis. Pada pasien sepsis kadar gula darah dijaga pada level antara 80-110 mg/dL. Pasien sepsis dengan tingkat glukosa darah yang tinggi diberi insulin dan dilakukan monitoring glukosa dengan frekuensi awal setiap 1 jam, kemudian dilanjutkan 2-4 jam ketika kadar glukosa sudah stabil.

e. Kortikosteroid
Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien dengan indikasi insufisiensi adrenal. Pemberian hidrokortison dengan dosis 200-300 mg per hari secara intravena dalam tiga dosis terbagi selama 7 hari. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.

3. MODIFIKASI RESPON INFLAMASI

Endogenous activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi. Drotrecogin alfa merupakan antitrombotik antiinflamasi dan profibrinolitik.

Daftar Pustaka
Anonim. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 7. Tahun 2007-2008.
DiPiro, Joseph. T., dkk. 2005. Pharmacotherapy a Patofisiologic Approach. United States of America : The McGraw-Hill companies, Inc.
Guntur, H. 2007. Sepsis. In : Sudoyo, Aru (et all). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

0 komentar: